my first post using my beloved language
bahasa indonesia
renungan kereta ekonomi

kali ini pukul 9.30
gue berlari di gang sawo
sehabis dari kober, kost ct lebih tepatnya
gue bertekad hari ini untuk pulang, ya , pulang
pulang ke rumah yang tadinya gue kira gue membencinya
setelah 4 hari ini gue dilanda kegontaian hati dan goncangan batin
rasanya ga ada tempat yang lebih baik selain rumah
ya , rumah
cuma itu yang terlintas,
gue kira gue bisa melarikan diri dari sakit hati ini
merenungi perasaan di kereta bisnis fajar utama kemarin lusa
dengan iringan adelaide sky di hati gue
gue kira gue bisa lari , menghilangkan semua kepenatan hati gue di kost gue di salemba,
ternyata enggak
ga ada yang lebih nyaman selain rumah
ya rumah
rumah yang tadinya gue kira gue benci
yah ternyata lari pun sia-sia
terengah-engah gue tatap muka si penjual tiket stasiun depok yang jutek itu,
katanya, "ekonomi ac ga ada, udah lewat tadi, adanya ekonomi, MAU GA??!"
ya terpaksa lah, gue ngangguk dan ngasih uang 1500 ke tu bapak-bapak
jujur, di saat hati gue gundah gulana gini
bukannya kereta ekonomi malah bikin gue makin mumet ya??
berdiri di kereta depok-jakarta memang suram, tapi entah kenapa
gue melihat sekeliling gue
pojokan? ya.
di lantai ? ya.
gue dengar tawa di sela2 isak tangis hati gue
kenapa mereka bisa tertawa ya?
di saat panasnya kereta ini menembus kulit mereka, dan keringat itu ga henti bercucuran dari tubuh mereka.
apa yang membuat mereka tertawa?
duduk di lantai kah??
berdiri terombang - ambing terbawa arus kereta?
entahlah
tapi disitu aku merasa kecil.
apakah aku adalah salah satu orang yang tidak bersyukur?
*kok jadi aku ya ngomongnya?? ha ha ha*
gue rasa, gue yang bodoh
hati gue terisak selama 4 hari untuk sesuatu yang fana
untuk sesuatu yang seharusnya mungkin bisa gue maafkan
bisa gue ikhlaskan
gue ga pernah tau apa yang ada di fikirannya disana
tapi apakah rasa percaya itu bisa datang lagi
mungkin
seperti yang kalian tahu gue sedang menimba ilmu memaafkan
lagi , derak kereta itu membangunkan gue,
dan gue menatap rel-rel yang berlalu, berderi kencang itu
mungkin seharusnya begitu masalah gue
setelah derak kencangnya luluh lantakkan hati gue
harusnya itu semua berlalu saja
harusnya aku songsong lagi hidup ini
seperti jalannya kereta ini yang terus melalui rel tanpa berfikir tuk mundur lagi
berderak derak di rel yang sama
gue terbangun lagi, ternyata sudah sampai distasiun kota
yah apa mau dikata, gue bertanya, "benteng ekspress ada?"
jam 12 siang katanya, sedangkan gue sudah rindu rumah
ya , rumah
yang gue kira gue benci.
tapi ga ada yang lain selain rumah yang ada di otak gue.
gue ingin pulang, melompat jenaka ke kasur lembek kesayangan gue
gue ingin pulang karena tak ada tempat menangis yang lebih nyaman selain itu
dan gue pun tak perduli lagi
entah ekonomi atau ekspress jalan ku pulang
gue biarkan rel itu berderik
dan tinggalkan jejakknya terus maju
*buka mata, hati telinga, sesungguhnya, masih ada yang lebih penting, dari sekedar kata cinta
bahasa indonesia
renungan kereta ekonomi

kali ini pukul 9.30
gue berlari di gang sawo
sehabis dari kober, kost ct lebih tepatnya
gue bertekad hari ini untuk pulang, ya , pulang
pulang ke rumah yang tadinya gue kira gue membencinya
setelah 4 hari ini gue dilanda kegontaian hati dan goncangan batin
rasanya ga ada tempat yang lebih baik selain rumah
ya , rumah
cuma itu yang terlintas,
gue kira gue bisa melarikan diri dari sakit hati ini
merenungi perasaan di kereta bisnis fajar utama kemarin lusa
dengan iringan adelaide sky di hati gue
gue kira gue bisa lari , menghilangkan semua kepenatan hati gue di kost gue di salemba,
ternyata enggak
ga ada yang lebih nyaman selain rumah
ya rumah
rumah yang tadinya gue kira gue benci
yah ternyata lari pun sia-sia
terengah-engah gue tatap muka si penjual tiket stasiun depok yang jutek itu,
katanya, "ekonomi ac ga ada, udah lewat tadi, adanya ekonomi, MAU GA??!"
ya terpaksa lah, gue ngangguk dan ngasih uang 1500 ke tu bapak-bapak
jujur, di saat hati gue gundah gulana gini
bukannya kereta ekonomi malah bikin gue makin mumet ya??
berdiri di kereta depok-jakarta memang suram, tapi entah kenapa
gue melihat sekeliling gue
pojokan? ya.
di lantai ? ya.
gue dengar tawa di sela2 isak tangis hati gue
kenapa mereka bisa tertawa ya?
di saat panasnya kereta ini menembus kulit mereka, dan keringat itu ga henti bercucuran dari tubuh mereka.
apa yang membuat mereka tertawa?
duduk di lantai kah??
berdiri terombang - ambing terbawa arus kereta?
entahlah
tapi disitu aku merasa kecil.
apakah aku adalah salah satu orang yang tidak bersyukur?
*kok jadi aku ya ngomongnya?? ha ha ha*
gue rasa, gue yang bodoh
hati gue terisak selama 4 hari untuk sesuatu yang fana
untuk sesuatu yang seharusnya mungkin bisa gue maafkan
bisa gue ikhlaskan
gue ga pernah tau apa yang ada di fikirannya disana
tapi apakah rasa percaya itu bisa datang lagi
mungkin
seperti yang kalian tahu gue sedang menimba ilmu memaafkan
lagi , derak kereta itu membangunkan gue,
dan gue menatap rel-rel yang berlalu, berderi kencang itu
mungkin seharusnya begitu masalah gue
setelah derak kencangnya luluh lantakkan hati gue
harusnya itu semua berlalu saja
harusnya aku songsong lagi hidup ini
seperti jalannya kereta ini yang terus melalui rel tanpa berfikir tuk mundur lagi
berderak derak di rel yang sama
gue terbangun lagi, ternyata sudah sampai distasiun kota
yah apa mau dikata, gue bertanya, "benteng ekspress ada?"
jam 12 siang katanya, sedangkan gue sudah rindu rumah
ya , rumah
yang gue kira gue benci.
tapi ga ada yang lain selain rumah yang ada di otak gue.
gue ingin pulang, melompat jenaka ke kasur lembek kesayangan gue
gue ingin pulang karena tak ada tempat menangis yang lebih nyaman selain itu
dan gue pun tak perduli lagi
entah ekonomi atau ekspress jalan ku pulang
gue biarkan rel itu berderik
dan tinggalkan jejakknya terus maju
*buka mata, hati telinga, sesungguhnya, masih ada yang lebih penting, dari sekedar kata cinta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar